Entri Populer

Kamis, 11 November 2010

Trauma Konseling

Trauma Konseling Tahap II

Setelah sukses melakukan konseling trauma tahap I, pelaksanaan konseling trauma tahap II diperluas, selain para konselor-konselor juga dilibatkan rekan-rekan dari LPMP dan juga Dinas Kabuptaen/Kota serta HIMPAUDI di bawah pengawasan Depdiknas.
Kegiatan ini dimulai dari tanggal 19 s.d 24 Oktober 2009, dengan titik sasaran 37 titik yang tersebar di Sumatera Barat
Sasaran kegiatan Trauma Konseling ini adalah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan pada orang tua di lokasi-lokasi yang telah terlebih dahulu disurvey di enam daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) Sumatera Barat yaitu :
• Kabupaten Pesisir Selatan
• Kota Padang
• Kabupaten Padang Pariaman
• Kota Pariaman
• Kabupaten Agam
• Kabupaten Pasaman Barat
Untuk masing-masing daerah tingkat II itu diharapkan disejumlah titik atau lokasi dengan mempertimbangkan bahwa di lokasi tersebut terpenuhi tiga kriteria pokok, yaitu :

Intensitas permasalahan : permasalahan akibat gempa yang dialami oleh masyarakat di lokasi itu cukup berat;

Kuluasan sasaran : di lokasi tersebut dapat dijangkau sasaran pelayanan, yaitu peserta didik dan pendidik (dari PAUD, SD, SLTP, dan SLTA) dan tenaga kependidikan serta orang tua dalam jumlah yang cukup besar.

Kemudahan mobilitas : lokasi tersebut mudah dijangkau dan cukup terbuka bagi hubungan dengan daerah lain.


Pada setiap titik atau lokasi tersebut dilaksanakan pelayanan trauma konseling dengan kegiatan dan materi sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh jenis sasaran pelayanan tertentu, yaitu komponen peserta didik PAUD, SD, SLTP, SLTA, guru ataupendidik dan tenaga kependidikan antar orang tua peserta didik. Sasaran di luar komponen kependidikan tersebut, seperti kelompok pemuda, lembaga kemasyarakatan dan lain-lain juga mendapat pelayanan seiring dengan pelayanan terhadap sasaran pokok komponen pendidikan tersebut. Lebih jauh, dimungkinkan pula pelaksanaan pelayanan di suatu lokasi dikembangkan ke lokasi-lokasi baru sebagai “cabang” atau “anak” atau perluasan dari pelayanan di lokasi terdahulu.


trauma konseling

Luka jiwa atau kadang disebut juga dengan trauma dapat terjadi pada semua insan, tak terkecuali diri kita. Saat mencapai dewasa maka kemampuan untuk mengatasi luka jiwa akan semakin lengkap dan komplit, sehingga luka jiwa yang terjadi dapat cepat sembuh atau bahkan sembuh sama sekali. Disadari atau tidak jiwa kita yang terbentuk sampai dewasa seperti sekarang ini dipengaruhi oleh luka-luka yang terjadi waktu kita masih kecil atau remaja. Masa yang sangat rawan dikarenakan seorang anak kecil belum dilengkapi dengan kemampuan secara sempurna untuk mengobati luka jiwa yang dialami.

Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan sebagai luka yang ditimbulkan oleh faktor external. Jiwa yang timbul akibat peristiwa traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali dialami, bertahan dalam jangka lama, atau berulang-ulang dialami oleh penderita. Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada peristiwa traumatik yang dialami.

Penyebab dari trauma meliputi 2 faktor yaitu:
1.Faktor internal (psikologis)
Bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental, atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan bereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari satu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan/mental. Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan/mental yang patologis terhadap stimuli sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor kausatif sekunder lainnya (patalogi = ilmu penyakit ).

Secara sederhana, Trauma dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akiba ketidak mampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang harus dijalaninya, sehingga yang bersangkuan bertingkah secara kurang wajar.

Sebab-sebab timbulnya Trauma yaitu :
• Kepribadian yang lemah atau kurang percaya diri sehingga menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri, ( orang-orang melankolis)
• Terjadinya konflik sosial – budaya akibat dari adanya norma yang berbeda antara dirinya dengan lingkungan masyarakat.
• Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan sosial (overacting) dan juga sebaliknya terlalu rendah diri (underacting).
Proses – proses yang diambil oleh sesorang dalam menghadapii kekalutan mental, sehingga mendorongnya kearah :
• Positif, bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang, akan disikapi untuk mengambil hikmah dari kesulitan yang dihadapinya, setelah mencari jalan keluar maksimal, tetapi belum mendapatkannya tetapi dikembalikan kepada sang pencipta yaitu Allah SWT, dan bertekad untuk tidak terulang kembali dilain waktu.
• Negatif, bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang dicita-citakan.
Contohnya :
Agresi, yaitu : Meluapkan rasa emosi yang tidak terkendali dan cenderung melakukan tindakan sadis yang dapat mambahayakan orang lain.
Regresi, yaitu : Pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan. (menjerit, menangis dll)
Fiksasi, yaitu : Pembatasan pada satu pola yang sama (membisu, memukul dada sendiri dll)
Proyeksi, yaitu : Melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain.
Indentifikasi, yaitu : Menyamakan diri dengan sesorang yang sukses dalam imajinasi, (kecantikan, dengan bintang film .dll)
Narsisme, self love yaitu : Merasa dirinya lebih dari orang lain.
Autisme yaitu : Menutup diri dari dunia luar dan tidak puas dengan pantasinya sendiri.

Penderita Trauma lebih banyak terdapat dalam lingkungan ;
Kota- kota besar yang banyak memberikan tantangan hidup yang berat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Anak-anak usia muda tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendakinya.
Para korban bencana alam dan di tempat-tempat konflik, karena setres terhadap harta bendanya yang hilang.

2.Faktor eksternal (fisik)
• Faktor orang tua dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga, terjadinya penganiyayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik.
• Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang mengakibat kan trauma Fisik dalam bentuk luka pada badan dan organ pada tubuh korban.



Salah satu penanganan trauma yaitu dengan konseling trauma. Konseling trauma merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu mengatasi beban psikologis yang diderita akibat bencana mapun hal yang linnya. Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan emosi para korban. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada stres berat yang sewaktu-waktu bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila.

Konseling trauma dapat membantu menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling trauma juga sangat bermanfaat untuk membantu penderita trauma untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir realistik.

Dengan modal emosi yang stabil dan keterampilan mengelola kehidupan emosionalnya, maka konseling trauma dapat dilanjutkan untuk membantu para korban untuk menemukan kembali rasa percaya diri yang sempat terkoyak tak berdaya dirampas bencana. Tidak mudah bagi setiap orang untuk bisa menerima kenyataan kehilangan istri, anak, atau pun suami. Bahkan ketika perasaan kehilangan yang amat dalam itu muncul, seseorang akan merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keadaan inilah yang memicu munculnya kondisi putus asa (hopeless) dan tak berarti (meaningless) (Fromm, 1999). Hidup tanpa arti dan tanpa harapan akan sulit. Membangun rasa percaya diri ditopang kestabilan emosional menjadi awal untuk berkembangnya kemampuan berpikir rasional dan realistik. Kestabilan emosional dan kemampuan berpikir rasional dan realistik merupakan dua tonggak utama yang sangat menentukan pikologi seseorang.

Semangat hidup menjadi modal utama bagi para korban untuk sanggup bertahan dan menatap masa depan dari balik kehancuran hidup dan kesendirian. Dengan semangat hidup yang kuat, para penderita akan terbebas dari belenggu keputusasaan dan ketidakberdayaan. Konseling trauma juga sangat bermanfaat dalam membantu para korban untuk mampu memecahkan masalah secara kreatif melalui hubungan timbal balik dan dukungan lingkungan.

Dalam penyembuhan trauma,juga terdapat tahap demi tahap dalam penyembuhan trauma, antara lain:
PERATURAN DASAR
_ Kerahasiaan mutlak (tentang perasaan, pengakuan rasa bersalah, dll.).
_ Kehadiran dibatasi hanya untuk orang-orang yang terlibat dan teampewawancara (dan orang tua yang ditinggalkan).
_ Aktif mendengarkan (meminta umpan balik, minta lebih banyak informasi[jangan pernah menanyakan pertanyaan tertutup yang hanya dijawab dengan ya atau tidak), beri umpan balik tentang apa yang saudara pikirkan mengenai apa yang mereka katakan).
_ Setiap orang dalam kelompok yang terlibat dalam peristiwa tersebut, berbicara untuk diri mereka sendiri saja – jangan ijinkan orang lain mengatakan apa perasaan dari orang lain, menanggapi, atau apa yang mereka rasakan sekarang.
_ Jangan mengkritik perasaan atau reaksi orang lain.
_ Bersikap positif, mendukung, suasana pengertian, didasari pada keprihatinan Tahap-tahap dibawah ini adalah progresif. Pada waktu Anda mengumpulkan mereka, biarkan mereka bicara mengenai perasaan mereka. Pertama, fakta-fakta (apa yang terjadi?), pikiran-pikiran (Apa yang saya pikirkan?, pikiran apa yang pertama terlintas kepada saya pada waktu itu terjadi?), perasaan-perasaan, strategi penanggulangan sekarang, gejala-gejala sekarang sejak terjadinya penenggelaman itu, dll. – lihat tahap-tahap dibawah ini. Jangan melompat dari tahap pertama ke tahap kelima, dll., tapi juga jangan mengijinkan beberapa orang (khususnya pria) berhenti pada tahap fakta dan tidak melanjutkan pada tahaptahap pemikiran dan perasaan. Bantu dan minta mereka mengekspresikan diri mereka. Jangan dibuat bertahap dengan airmata – biarkan itu mengalir, dan apabila seseorang mulai menangis, tegaskan pada mereka dan yakinkan kelompok bahwa, hal tersebut adalah dukacita yang sehat dan normal. Terus yakinkan orang bahwa, itu mereka normal. Beberapa mungkin mengekspresikan perasaan tertentu (menangis, marah, takut, rasa bersalah,depresi)
– Anda perlu meyakinkan mereka bahwa, hal ini adalah perasaan normal bagi seseorang yang melalui trauma seperti ini dan tidak ada alasan untuk merasa malu mengenai perasaan-perasaan itu. Dorong mereka untuk bicara, dan dorong kuatkan setiap orang dalam kelompok untuk membagikan dan menceritakan sebanyak mungkin di setiap tahap (sebanyak yang Anda mampu )
satu persatu – Saya tahu ini tidak bisa dikendalikan dengan paksa, tapi cobalah, sehingga orangorang dapat memproses dengan baik. Penggunaan papan tulis dimana Anda menunjukkan langkah-langkahnya, akan berguna.



Dibawah ini adalah tahap-tahap dari pewawancaraan kembali:

TAHAP PERTAMA: TAHAP PENGENALAN
Tujuan dari pewawancaraan kembali harus dijelaskan, demikian juga dengan pentingnya kerahasiaan. Bagikan peraturan dasar dari pertemuan itu – Ceritakan dan jelaskan bahwa, peraturan-peraturan dasar ini dirancang untuk membantu perkembangan rasa aman dan rasa percaya. Pastikan bahwa, ruangan itu sendiri bisa meningkatkan rasa percaya diri dan sikap moral yang baik. Pastikan bahwa, pada tahap ini orang-orang yang tepat berada dalam ruangan – jangan ijinkan siapapun yang tidak terlibat secara langsung dalam krisis / apa yang terjadi berada dalam ruangan (kecuali orang yang melakukan pewawancaraan kembali). Kita perlu menjadikan pewawancaraan kembali itu sebagai keharusan bagi mereka yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa kritis. Beberapa orang tidak akan suka berada disitu – beritahukan ini sejak awal – teknik yang efektif adalah dengan memberitahukan bahwa, mereka mungkin tidak perlu berada di ruangan itu, tetapi sangat mungkin akan menolong mereka jika ada orang lain yang juga berada dalam ruangan itu.

TAHAP KEDUA : TAHAP FAKTA
Orang yang diwawancarai kembali berbicara tentang apa yang terjadi – fakta-fakta mengenai kejadian tersebut. Biasanya cukup mudah untuk mengatakan apa yang terjadi (fakta-fakta dan detail-detail ), tetapi membagikan perasaan kita tentang apa yang terjadi, itu lebih sulit. Biarkan orang itu menggambarkan fakta-fakta mengenai diri mereka dan kejadian tersebut:
_ Dimana mereka berada
_ Apa yang mereka lihat, dengar, dan cium.
_ Apa yang mereka lakukan di dalam dan disekitar kejadian tersebut.
Jika situasinya telah menjadi sangat menyakitkan maka akan tidak nyaman untuk menceritakan fakta-fakta, tapi keuntungan besarnya adalah jika suatu hal telah diceritakan secara terbuka maka orang yang menceritakan hal itu akan merasa ada kuasa yang memampukan dia mengatasi situasi tersebut dan tidak akan dikalahkan oleh hal itu. Memori-memori yang menekan menuntun pada pengembangan sejumlah perasaan-perasaan menyakitkan secara berkesinambungan yang tidak penting bahkan merusak. Pada tahap ini kelompok mengkontribusikan semua fakta-fakta yang diperlukan untuk membuat kejadian tersebut menjadi nyata kembali di dalam ruangan.

TAHAP KETIGA: TAHAP PEMIKIRAN
Orang tersebut diminta mendiskusikan pemikiran pertamanya selama peristiwa tersebut. Atau pemikiran pertama ketika mereka berhenti memikirkan secara otomatis. Ini menolong untuk masuk ke dalam aspek-aspek pribadi dari situasi tersebut. Pemikiran pribadi seringkali tersembunyi dibalik fakta-fakta dan membawa mereka keluar kepada penegasan terbuka kepada pewawancara yang pemikirannya sendiri penting dan tidak boleh dilupakan atau dikuburkan dibawah
fakta-fakta dari situsi itu. Contohnya, pemikiran pertama yang mereka ingat ialah
“Saya akan mati. Apa yang akan terjadi dengan isteri dan anak saya?”

TAHAP KEEMPAT: TAHAP REAKSI / EMOSIONAL / PERASAAN
Hal ini menolong orang itu berpindah dari tingkat kognitif kepada tingkat emosi dari proses ini. Tingkat kognitif adalah apa yang kita pikirkan dan tingkat emosional ialah apa yang kita rasakan. Orang yang mengabaikan tingkat emosional seringkali berakhir pada menderita penyakit-penyakit yang berhubungan dengan stress. Pertanyaan khas yang menggerakkan orang dari tingkat kognitif ke tingkat emosional dari proses adalah: “Hal terburuk apa yang terjadi dari peristiwa itu?” atau "Apa hal yang paling Anda ingat dari peristiwa itu?" Mengejutkan sekali mendapati pernyataan-pernyataan rumit yang keluar karena dipicu oleh pertanyaan ini. Hal ini menolong orang menyadari bahwa, adalah wajar untuk memiliki perasaan, selain pemikiran, mengenai pengalaman tertentu. Tahap ini merupakan tahap penyebaran. Pada posisi ini mereka mungkin akan berbicara tentang perasaan takut, rasa bersalah, sikap kaku ataupun kemarahan. Mereka dapat juga melaporkan tentang ingatan-ingatan tertentu seperti “Saya ingat bunyi suara senapan yang dikokang”. "Saya ingat tatapan matanya dan ketika saya tutup mata, saya tetap dapat melihat dia menatapku, dan berteriak meminta pertolongan."
Pertanyaan-pertanyaan yang Anda perlu tanyakan pada tahap ini adalah:
_ “Bagaimana perasaanmu sekarang?”
_ “Bagaimana perasaanmu pada waktu hal itu terjadi?”
_ “Pernahkah Anda merasakan hal seperti ini sebelumnya?”
_ Pastikan tidak seorangpun yang mendominasi, tidak ada yang diabaikan, dan
tidak ada yang meninggalkan ruangan. Kemungkinan di tahap inilah seseorang ingin pergi, karena mereka takut pada emosi mereka sendiri, sangat menginginkan mengontrol emosi mereka dengan segala cara, dan mereka pikir satu-satunya cara untuk mengontrol emosi mereka hanya dengan pergi.

TAHAP KELIMA: TAHAP GEJALA DAN HASIL-HASIL
Tanda-tanda dan gejala-gejala kognitif, fisik, emosional dan tingkah laku apakah yang diakibatkan oleh penderitaan yang dulu telah dialami dan terus dialami hingga kini? Mencakup tiga periode waktu: selama peristiwa terjadi, setelah peristiwa terjadi dan keadaan sekarang ini. Tanyakan mereka untuk membicarakan dampakdampak dari stress seperti; sulit tidur, nafsu makan yang rendah, ketidakmampuan untuk kembali bekerja, perasaan muak, rasa bersalah, tidak dapat berdoa, dll. Tolong mereka untuk melihat bahwa gejala-gejala mereka itu normal, wajar dalam menanggapi tekanan, bahkan bersifat universal. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa Anda tanyakan selama tahap ini:
_ “Apakah Anda mengalami hal-hal yang tidak biasa pada saat mengalami insiden itu?”
_ “Apa hal-hal yang tidak biasa yang Anda alami sekarang?”
_ “Apakah kehidupan Anda berubah sejak kejadian tersebut? Berubah bagaimana?”
_ Pada tahap ini, orang-orang sering menggambarkan “gejala menanggapi tekanan” yang normal.

TAHAP KEENAM: TAHAP PENGAJARAN ATAU PENJAMINAN KEMBALI
Pada waktu tanda-tanda kesusahan telah didiskusikan, maka sekarang sang pewawancara mulai memberi informasi mengenai reaksi-reaksi stress dan apa yang harus dilakukan untuk mengurangi hal itu. Katakan pada mereka bahwa, hal tersebut adalah normal – dukungan, pengertian, penjaminan kembali mengenai tanggapan-tanggapan yang wajar. Titik permulaan yang baik adalah mengatakan kepada orang yang diwawancarai bahwa, gejala-gejala yang dialami adalah normal dan umumnya akan berkurang seiring berjalannya waktu. Pengajaran khusus mengenai reaksi-reaksi terhadap stress dan teknik-teknik untuk mengurangi dan menanggulangi stress perlu diberikan. Pertanyaan-pertanyaan adalah informasi pengundang yang berhubungan dengan proses dukacita atau hal-hal spesifik yang
sewajarnya diberikan. Selebaran seringkali dipergunakan pada tahap ini. Berilah masukan-masukan tentang hal-hal yang dapat menolong, cara-cara untuk memelihara diri Anda sendiri.

TAHAP KE TUJUH: TAHAP RANGKUMAN DAN RE-ENTRY
Ini adalah tahap rangkuman – ringkasan pertemuan dan menjawab semua pertanyaan. Mengenali hal-hal spesifik berkenaan dengan jaminan akan tindak lanjut. Mengembangkan perencanaan tindakan mengenai bagaimana orang tersebut atau kelompok tersebut akan berkembang kedepan. Tawarkan lebih banyak bantuan kepada individu-individu jika mereka ingin berbicara lagi sekarang atau besok atau minggu depan – Undang mereka untuk berbicara dan yakinkan mereka yang akan berbicara tersebut. Selalu mendoakan dan melayani orang yang diwawancarai itu sebelum dia pulang. Kita bisa berbicara panjang lebar, tapi pada akhirnya hanya Allah yang akan membawa pemecahan, pemulihan, kesembuhan dan pertumbuhan. Janji untuk bertemu kembali dibuat jika diperlukan. Diskusikan
hal-hal mengenai bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi masa transisi kembali ke sekolah, pekerjaan atau keluarga. Pernyataan rangkuman perlu dibuat oleh Pewancara. Bahan bacaan mengenai bagaimana mengendalikan stress dapat diberikan kepada orang yang diwawancarai itu. Pewawancara mengulangi lagi bahwa, ia bersedia untuk melanjutkan sesi selanjutnya yang diperlukan, secara khusus bertemu secara pribadi.

TAHAP KE DELAPAN: TAHAP TINDAK LANJUT
Setiap Insiden mempunyai potensi membangkitkan perasaan yang memerlukan
lebih dari satu sesi pertemuan untuk menyelesaikannya.
_ Sesi lanjutan dapat dibuat sesuai keperluan untuk seluruh kelompok atau sebagian kelompok atau untuk individu tertentu. Buatlah janji pertemuan lanjutan jika itu diperlukan.
_ Individu-individu mungkin menyadari perlunya pertolongan dari konselor atau penasehat jika perasaan terluka atau gejala-gejalanya itu kelihatannya telah berlangsung lama, tidak terkendalikan lagi, kelihatannya semakin memburuk, menjadi mimpi buruk yang berkelanjutan, atau sudah merasuki kehidupan keluarga dan pekerjaan.

D.Peran Keluarga dalam Pencegahan trauma
Peran-peran keluarga dalam pencegahan antara lain;
Membangun mental dan keperibadian anak supaya anak tidak mudah stres yang akan mengakibatkan trauma.
Hindari kekerasan keluarga karena akan mengakibatkan trauma.
Memotifasi kelurga supaya menjadi orang yang berpikiran positif dan ter hindar dari trauma.


sumber :
http://anaz-world.blogspot.com/2010/01/makalah-kesehatan-trauma.html
Diposkan oleh vhivie_89 di 08.48
0 komentar:
Poskan Komentar

Trauma Counseling Konseling Trauma
What is Trauma and Traumatic Stress? Apa itu Trauma dan Trauma?
Trauma merupakan pengalaman yang sangat subyektif. Apa yang mungkin traumatis bagi satu orang nyaris tak dapat mempengaruhi yang lain. Dalam pengertian umum meskipun, hasil trauma ketika Anda mengalami stres yang berlebihan yang menguasai kemampuan Anda emosional atau fisik untuk mengatasinya. Sementara trauma emosional dapat mengakibatkan tidak adanya trauma fisik, banyak kali kedua pergi tangan-di-tangan. Sebagai contoh, luka-luka dari trauma fisik seperti kehilangan anggota tubuh atau luka tembak, sedangkan shock yang jelas untuk tubuh, akhirnya akan menyembuhkan. Apa orang itu kemudian pergi dengan, bagaimanapun, adalah luka-luka emosional dan dampak dari peristiwa traumatik yang sebenarnya.. Trauma psikologis dapat berlangsung selama bertahun-tahun, dan jika tidak terselesaikan, bahkan bisa menjadi lebih menghancurkan dari peristiwa traumatik yang asli.

Insiden Kritis: Ketika Kami Trauma
In the US, according to the United States Federal Highway Commission, in 2003 there were 6,328,000 car accidents in which 2.9 million people were injured. Di AS, menurut Amerika Serikat Federal Highway Komisi, pada tahun 2003 terdapat 6.328.000 kecelakaan mobil di mana 2,9 juta orang terluka. In the US millions of people are victims of crime every year with a significant portion of that as violent crime. Di AS jutaan orang menjadi korban kejahatan setiap tahun dengan porsi signifikan itu sebagai kejahatan kekerasan. And while Canada has less violent crime overall than the US, tens of thousands are still victimized every year. Dan sementara Kanada memiliki kurang kejahatan kekerasan secara keseluruhan dari AS, puluhan ribu masih korban setiap tahun. This of course, does not account for the millions of people affected each year by any number of traumas like natural disasters, fires, war, or even those that have no physical component such as the death of a friend or an acrimonious divorce or break up. Hal ini tentu saja, tidak memperhitungkan untuk jutaan orang yang terkena setiap tahun oleh sejumlah trauma seperti bencana alam, kebakaran, perang, atau bahkan mereka yang tidak memiliki komponen fisik seperti kematian seorang teman atau perceraian sengit atau putus . The bottom line is, after the physical wounds heal, the majority of people are still left to deal with the psychological aftermath of these traumatic experiences. Intinya adalah, setelah menyembuhkan luka fisik, mayoritas orang yang masih tersisa untuk menghadapi akibat psikologis dari pengalaman-pengalaman traumatis. If left unchecked, these emotional wounds can quickly fester into serious lasting psychological issues. Jika dibiarkan, luka-luka emosional dengan cepat bisa membusuk menjadi serius masalah psikologis abadi. Through counseling and therapy however, you can learn to release these emotional binds and just as the physical wounds of trauma eventually heal, so will the psychological scars. Melalui konseling dan terapi Namun, Anda dapat belajar untuk melepaskan ini mengikat emosional dan hanya sebagai luka fisik akhirnya menyembuhkan trauma, sehingga akan bekas luka psikologis.
What Causes Psychological Trauma? Apa Penyebab Trauma Psikologis?
As horrific as the traumatic event may seem, it's not actually the event itself that causes someone to become traumatized. Sebagai mengerikan sebagai peristiwa traumatis mungkin tampak, itu tidak benar-benar peristiwa itu sendiri yang menyebabkan seseorang menjadi trauma. It's that person's internal reaction to the event that determines the degree and intensity of their trauma. Ini reaksi internal orang itu ke acara yang menentukan derajat dan intensitas trauma mereka. This is why two people can be in the same plane crash for example, and one person can go on with life as usual after the event but the other almost immediately falls to pieces. Inilah sebabnya mengapa dua orang bisa dalam kecelakaan pesawat yang sama misalnya, dan satu orang dapat melanjutkan hidup seperti biasa setelah acara tetapi yang lain hampir segera jatuh berkeping-keping. Both people experience the same event but their reactions to that event have very different psychological implications. Kedua orang mengalami peristiwa yang sama tapi reaksi mereka terhadap peristiwa yang memiliki implikasi psikologis sangat berbeda. Much of how someone reacts is directly related to their history, coping skills, and emotional stability at the time. Sebagian besar bagaimana seseorang bereaksi secara langsung berkaitan dengan sejarah mereka, mengatasi keterampilan, dan stabilitas emosi pada saat itu. We also now know that when you experience a traumatic event, the structure and functioning capabilities of your brain are physically affected. Kita juga sekarang tahu bahwa ketika Anda mengalami peristiwa traumatis, struktur dan kemampuan fungsi otak Anda secara fisik terpengaruh.
There are any number of traumatic events, but generally, they are categorized as either one-time or single-incident events or repeated, long-term traumas. Ada sejumlah peristiwa traumatik, tetapi secara umum, mereka dikategorikan sebagai waktu satu-atau peristiwa-peristiwa tunggal atau berulang, trauma jangka panjang. One-time traumas include such things as hurricanes, plane crashes, rape, robbery, or the death of an employee. trauma satu kali termasuk hal-hal seperti angin topan, kecelakaan pesawat, pemerkosaan, perampokan, atau kematian seorang karyawan. These types of traumas can result from natural causes or be deliberately inflicted by another person. Jenis trauma dapat hasil dari penyebab alami atau sengaja ditimbulkan oleh orang lain. A long term trauma is the result of a prolonged horrific experience such as an individual held captive or one who is repeatedly abused. Sebuah trauma jangka panjang adalah hasil dari pengalaman mengerikan berkepanjangan seperti individu ditahan atau orang yang berulang kali disalahgunakan. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) is a frequent result of long-term trauma. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah hasil sering trauma jangka panjang.
What Are the Symptoms of Someone who has been Traumatized? Apa Apakah Gejala Seseorang yang telah Trauma?
Traumatic experiences can produce emotional, cognitive, and physical repercussions. pengalaman traumatis dapat menghasilkan reaksi emosional, kognitif, dan fisik. Emotionally, trauma victims can become anxious, depressed, fearful, and withdrawn. Secara emosional, korban trauma dapat menjadi cemas, depresi, takut, dan ditarik. They can have recurring panic attacks. Mereka dapat mengalami serangan panik berulang. Mentally, if you have experienced a trauma you will likely also experience concentration problems; you could have problems remembering things, and feel distracted much of the time. Mental, jika anda telah mengalami trauma Anda akan mungkin juga mengalami gangguan konsentrasi, Anda bisa memiliki masalah mengingat hal-hal, dan merasa terganggu banyak waktu. In extreme cases, people experience flashbacks of the event, nightmares, amnesia, and intense feelings of guilt. Dalam kasus ekstrim, orang mengalami kilas balik dari peristiwa, mimpi buruk, amnesia, dan perasaan bersalah intens. Physically, many people have eating and sleeping problems. Secara fisik, banyak orang makan dan tidur masalah. They are regularly exhausted and often, they develop unexplained chronic pain. Mereka secara teratur kelelahan dan seringkali, mereka mengembangkan rasa sakit kronis yang tidak dapat dijelaskan.
How Do I Know When to Get Help? Bagaimana Saya Tahu Kapan Mendapatkan Bantuan?
Trauma can affect anyone at any age. Trauma dapat menyerang siapa saja pada usia berapa pun. The effects can be mild or severe, creating extreme psychological issues. Efek dapat ringan atau berat, menciptakan masalah psikologis yang ekstrim. Any symptoms of trauma should be taken seriously. Setiap gejala trauma harus ditanggapi dengan serius. In some cases however, the effects of trauma can manifest months and even years after the event, so in actuality, it can be difficult to recognize the symptoms. Dalam beberapa kasus Namun, efek trauma dapat bulan nyata dan bahkan bertahun-tahun setelah kejadian, sehingga dalam kenyataannya, mungkin sulit untuk mengenali gejala. Often people feel they are weak for needing help, especially when they compare themselves to others who may have endured the same traumatic experience. Seringkali orang merasa mereka lemah karena membutuhkan bantuan, terutama ketika mereka membandingkan diri dengan orang lain yang mungkin telah mengalami pengalaman traumatis yang sama. But it is important to remember that everyone reacts differently to trauma and there is no guideline as to how and what someone should feel. Tetapi penting untuk diingat bahwa setiap orang bereaksi berbeda terhadap trauma dan tidak ada pedoman tentang bagaimana dan apa seseorang harus merasa. What we do know is that the sooner you deal with the symptoms of trauma, the better chance you have for a full recovery and to be free of the effects of these events. Apa yang kita tahu adalah bahwa semakin cepat Anda berurusan dengan gejala trauma, kesempatan baik Anda miliki untuk pemulihan penuh dan untuk bebas dari dampak peristiwa ini. If left unresolved, emotional trauma can affect your daily choices and functioning and ultimately, it can manifest into serious psychological disorders with lasting effects. Jika dibiarkan, trauma emosional dapat mempengaruhi pilihan harian dan berfungsi dan pada akhirnya, dapat bermanifestasi menjadi gangguan psikologis yang serius dengan efek abadi. Just as we need help to heal the physical effects of trauma, we also need help to heal the emotional wounds. Sama seperti kita perlu bantuan untuk menyembuhkan efek fisik dari trauma, kita juga perlu bantuan untuk menyembuhkan luka emosional. Counseling offers a safe and supportive environment to work through these issues. Konseling menawarkan lingkungan yang aman dan mendukung untuk bekerja melalui isu-isu ini.
Counseling for the Resolution of Trauma Konseling Penyelesaian Trauma
Working with a Values-Based counselor to address the effects of a trauma can be a confusing and frightening task to begin. Bekerja dengan seorang konselor Berbasis Nilai untuk mengatasi efek trauma bisa menjadi tugas yang membingungkan dan menakutkan untuk memulai. Whether the events occurred in childhood, five years ago, or last week, the impact of these troubling situations is not something we are taught how to resolve. Apakah peristiwa yang terjadi di masa kecil, lima tahun lalu, atau pekan lalu, dampak dari situasi ini mengganggu bukanlah sesuatu yang kita diajarkan bagaimana untuk menyelesaikan. Often, the thought of going through the events again and seemingly reliving the tragedy may appear more than we can bear. Seringkali, pikiran akan melalui peristiwa lagi dan tampaknya mengenang tragedi dapat muncul lebih dari yang kita dapat menanggung. When you work with a Theravive counselor who has been professionally trained in the resolution for trauma, he or she understands this apprehension and is committed to working through these issues at whatever pace is comfortable and safe for you. Ketika Anda bekerja dengan seorang konselor Theravive yang telah profesional terlatih dalam resolusi untuk trauma, ia memahami ketakutan ini dan berkomitmen untuk bekerja melalui isu-isu ini berapapun kecepatan yang nyaman dan aman bagi Anda.
Many times, we learn how to cope and manage the symptoms of a trauma. Banyak kali, kita belajar bagaimana mengatasi dan mengelola gejala trauma. Whether this is learning to calm ourselves when we experience a panic attack upon the reminder of an event, or seeking solace in our friends when we experience depression or sadness over the effects of the trauma. Apakah ini adalah belajar untuk menenangkan diri kita ketika kita mengalami serangan panik pada pengingat suatu peristiwa, atau mencari hiburan dalam teman-teman kita ketika kita mengalami depresi atau kesedihan atas efek dari trauma. While these are important and helpful methods to manage the symptoms, a trauma counsellor focuses on resolution of the originating feelings and emotions that require coping skills into the future. Sementara ini adalah metode penting dan bermanfaat untuk mengelola gejala, seorang konselor trauma berfokus pada resolusi berasal perasaan dan emosi yang memerlukan keterampilan coping ke masa depan. If individuals have a lack of safety or security as a result of an event that left them exposed, vulnerable, or violated, trauma counseling begins by establishing a sense of safety for the individual. Jika individu memiliki kekurangan keselamatan atau keamanan sebagai akibat dari peristiwa yang meninggalkan mereka terkena, rentan, atau dilanggar, konseling trauma dimulai dengan membangun rasa aman bagi individu.
The Importance of the Crisis Counselor Pentingnya Konselor Krisis
The trauma counsellor utilizes specialized techniques to identify and work through the emotions that have been internalized from the event. Konselor trauma menggunakan teknik khusus untuk mengidentifikasi dan bekerja melalui emosi yang telah diinternalisasikan dari acara tersebut. Often, individuals do not think “I should be afraid”, rather it becomes a state of being that is used to protect from potential harm. Seringkali, individu tidak berpikir "saya harus takut", melainkan menjadi keadaan yang yang digunakan untuk melindungi dari bahaya potensial. However, when this protection leaves the individual feeling anxious rather than safe, or sad about past events rather than focused on future possibilities, the coping mechanisms lose their usefulness. Namun, ketika perlindungan ini meninggalkan perasaan cemas individu daripada yang aman, atau sedih tentang peristiwa masa lalu bukan difokuskan pada kemungkinan masa depan, mekanisme penanganan kehilangan kegunaan mereka. It is at this point that we see many individuals seek crisis counselling, as the current coping skills are no longer able to manage the symptoms. Hal ini pada titik inilah kita melihat banyak orang mencari konseling krisis, sebagai keterampilan coping saat ini tidak lagi mampu mengelola gejala. For some, this collapse of internal coping mechanisms can result in an emotional and psychological breakdown. Bagi beberapa orang, ini runtuhnya mekanisme bertahan internal dapat mengakibatkan kerusakan emosional dan psikologis.
We provide and refer counselors specially trained in trauma counseling who work to resolve the negative emotions that remain from the experiences you endured. Kami menyediakan dan merujuk konselor terlatih khusus dalam konseling trauma yang bekerja untuk mengatasi emosi negatif yang tetap dari pengalaman yang Anda alami. Freedom from the overwhelming emotions and feelings is possible resulting in fewer burdens and an ability reclaim your life and future. Kebebasan dari emosi berlebihan dan perasaan mungkin mengakibatkan beban yang lebih sedikit dan kemampuan kembali hidup Anda dan masa depan.
If you need a therapist to help you, we have a large selection of online therapists who are professional and licensed counselors, able to help you right where you are over the phone, via email, or webcam/messenger. Jika Anda perlu terapis untuk membantu Anda, kami memiliki banyak pilihan terapis online yang berlisensi dan konselor profesional, dapat membantu Anda di mana pun Anda berada melalui telepon, melalui email, atau webcam / messenger. If you prefer face to face counseling, please use our therapist directory and find a city close to you with a therapist who can meet your needs. Jika Anda lebih suka tatap muka konseling, silahkan gunakan kami direktori terapis dan menemukan kota yang dekat dengan Anda dengan terapis yang dapat memenuhi kebutuhan anda.

Selasa, 05 Oktober 2010

Pengertian dari Istilah Profesi, professional, profesionalisme, Profesionalitas, Profesionalisasi konselor

- Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
Contoh : Profesi Guru
- Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
Contoh : Guru disiplin bisa disebut juga guru yang professional dengan pekerjaanya
- Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
- Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar – benar menguasai, sungguh- sungguh kepada profesinya.
- Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.
2. Menurut saya, Profesionalisasi Bimbingan Konseling sangat penting bagi pengembangan segenap potensi individu dan sekolah dimasa mendatang. Mengacu pada 5 pedoman yang dikemukakan Belkin ( 1975 ) yang perlu diikuti konselor sekolah apabila hendak diakui keprofesionalannya, pedoman tersbut diantaranya adalah :
1. Konselor harus memulai karirnya sejak hari – hari perama menampilkan diri konselor sekolah dengan program kerja yang jelas dan siap untuk melaksanakan program tersebut.
2. Konselor sekolah haru selalu mempertahankan sikap professional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antar konselor dengan personil sekolah lainnya dan dengan siswa.
3. Adalah tanggung jawab konselor untuk memahami peranannya sebagai konselor professional dan menterjemahkan peranannya itu kedalam kegiatannya.
4. Konselor sekolah, agar dapat bekerja efektif, harus memahami tanggung jawabnya kepada semua siswa, baik siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa – siswi yang mempunyai bakat istimewa (gifted), yang berpotensi rata – rata yang pemalu dan yang menarik diri dari hadapan khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka pada konselor atau personil lainnya.
5. Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa yang mengalami masalah dengan kadar cukup parah dan siswa yang mengalami emosional khusus, khususnya melalui program – program kelompok, program kegiatan diluar sekolah dan kegiatan pendidikan atau pengajaran disekolah dan bentuk layanan lainya.
Dengan mengacu pada pedoman tersbut maka profil konselor sekolah akan tampil dalam bentuk yang menarik dan menimbulkan harapan bagi pihak dan berbagai pihak. Penampilan ini tentunya sesuai dengan peranan dan program umum bimbingan konseling disekolah yang mengacu pada keseluruhan aspek perkembangan peserta didik. Atas dasar itulah profesionalisasi Bimbingan dan Konseling penting untuk dilakukan bagi setiap Guru Bimbingan atau Konselor Sekolah, sehingga akan dapat melakukan unjuk kerja dalam bidang bimbingan dan konseling secara baik.
3. Unjuk kerja professional konselor atau guru pembimbing pada dasarnya merupakan perwujudan professional yang secara sadar dan terarah untuk melaksanakan layanan Bimbingan dan Konseling. Unjuk kerja professional mencakup dimensi filosofis, konseptual,operasional da personal.
Secara filosofis layanan bimbingan dan konseling mempunyai landasan filsafat yang jelas yaitu pancasila sebagai landasan berpikir dan landasan kerja.
Secara Konseptual, layanan bimbingan dan konseling berlandaskan konsep – konsep keilmuan yang jelas,
Secara operasional, layanan bimbingan dan konseling dialksanakan atas dasar pola - pola kerja operasional yang dipertanggungjawabkan.
Sedangkan untuk kompetensinya, pekerjaan professional menuntut dimilikinya kompetensi minimum melalui prosedur seleksi. Pendidikan dan latihan, serta lisensi ataupun sertifikat. Dari sisi keilmuan, perlu diperhatikan betapa besarnya urgensi dasar keilmuan terhadap kompetensi bimbingan dan konseling. Hal ini perlu ditekankan bahwa praktek bimbingan dan konseling harus berakar secara kokh pada ilmu.
4. Pelayanan BK nampaknya masih terbatas pada layanan khusus yang menonjol, pelayanan terhadap masalah itupun seringkali tidak disertai penyikapan social altruistik melainkan negatif antagonistic. Penyikapan social altruistic memandang bahwa adanya masalah – masalha itu adalah wajar dan manusiawi dan penangangannya harus dilakukan secara lembut, teliti dan hati – hati, serta penuh pertimbangan dan kesabaran, sedangkan penyikapan negative antagonistic cenderung memandang masalah sebagai suatu yang tidak boleh ada, harus diberantas dengan segera serta jika perlu dengan kekerasan.
Para konselor perlu meluaskan medan pelayanan profesionalisasi keseluruh warga masyarakat dengan berbagai masalah dalam perkembangannya, yaitu warga masyarakat yang menjadi tanggung jawab konselor disekolah, di lembaga kerja dan sebagainya. Disamping itu penyikapan social atruistik perlu menjiwai segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan.
5. Keunikan profesi dan pelayanan yang ditampilkan oleh konselor, untuk keunikan pelayanan pertama – tama konselor harus mampu mengidentifikasi kebutuhan individu (klien) yang pemenuhannya perlu dilakukan melalui pelayanan bimbingan dan konseling, kedua dalam meangangani masalah klien, konselor menggunakan pendekatan dan cara – cara yang berbeda dari ahli lain seandainya ahli lain itu menangani juga masalah yang sama. Peranan konselor dapat menjadi sulit apabila berhadapan dengan penguasa, tetapi disanalah salah satu letak keunikan pelayanan konselor, yaitu dapat menjembatani anak – anak yang bermasalah itu dengan penguasaan mereka , disamping menanggulangi permasalahan intern diri pada masing – masing anak tersebut.

Minggu, 14 Maret 2010

Psikologi Abnormal

• Psikologi Abnormal
Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
* Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
* Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Pengertian Stres Kerja
Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut :
“Work stress is an individual’s response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623)
Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaanyang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.
Sumber-sumber Stres Kerja
Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:
1. Kondisi dan situasi pekerjaan
2. Pekerjaannya
3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
4. Hubungan interpersonal
Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1. Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
* Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
* Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Cooper (dalam Rice, 1999) memberikan daftar lengkap stressor dari sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut:
Stressor
Dari
Stres Kerja
Faktor Yang Mempengaruhi
(Hal-hal Yang Mungkin Terjadi Di Lapangan)
Konsekuensi Kondisi Yang
Mungkin Muncul
Kondisi pekerjaan
* Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
* Beban kerja berlebihan secara kualitatif
* Assembly-line hysteria
* Keputusan yang dibuat oleh seseorang
* Bahaya fisik
* Jadwal bekerja
* Technostress
* Kelelahan mental dan/atau fisik
* Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja (burnout)
* Meningkatnya kesensitivan dan ketegangan
Stress karena peran
* Ketidakjelasan peran
* Adanya bias dalam membedakan gender dan stereotype peran gender
* Pelecehan seksual
* Meningkatnya kecemasan dan ketegangan
* Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
* Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
* Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
* Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
* Meningkatnya ketegangan
* Meningkatnya tekanan darah
* Ketidakpuasan kerja
Perkembangan karir
* Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
* Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
* Keamanan pekerjaannya
* Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi
* Menurunnya produktivitas
* Kehilangan rasa percaya diri
* Meningkatkan kesensitifan dan ketegangan
* Ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi
* Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
* Pertempuran politik
* Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang
* Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan
* Menurunnya motivasi dan produktivitas
* Ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan
* Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
* Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
* Konflik pernikahan
* Stres karena memiliki dua pekerjaan
* Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
* Menurunnya motivasi dan produktivitas
* Meningkatnya konflik pernikahan
Dampak Stres Kerja
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasanyang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stresyang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
* Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
* Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993;Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
* Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
* Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
* Sensitif dan hyperreactivity
* Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
* Komunikasi yang tidak efektif
* Perasaan terkucil dan terasing
* Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
* Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
* Kehilangan spontanitas dan kreativitas
* Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
* Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
* Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
* Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
* Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
* Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
* Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
* Gangguan pada kulit
* Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
* Gangguan tidur
* Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
* Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
* Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
* Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
* Perilaku sabotase dalam pekerjaan
* Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
* Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
* Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
* Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
* Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
* Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

psikologi remaja

1. sejumlah kesulitan yang dialami kaum remaja merupakan bagian yang normal dari perkembangan ini. Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain :
• Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya periang dan berseri-seri dan yakin.
• Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat.
• Membolos
• Perilaku anti social, seperti suka menganggu, berbohong, kejam, dan agresif
• Penyalahgunaan obat bius
• Psikosis

2. Tuntutan psikologis masa remaja
• Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkanya secara efektif
• Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang lain
• Remaja mampu bergaul lebih matang dengann kedua jenis kelamin
• Mengetahu dan menerima kemampuan diri sendiri
• Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
3. Periodisasi perkembangan masa remaja
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu :
1. Periode masa puber usia 12-18 tahun
a) Masa pra pubertas = peralihan dari masa kanak-kanak kemasa awal pubertas.

Cirinya :
• Anak mulai bersikap kritis
• Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
2. Masa pubertas usia 14-16 tahun = masa remaja awal

Cirinya :
• Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
• Memperhatikan penampilan
• Sikapnya tidak menentu/plin plan
• Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
• Mulai adanya mimpi basah

3. Masa akhir pubertas usia 17-18 tahun + peralihan dari masa pubertas kemasa adolesen.

Cirinya :
• Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
• Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
4. Periode remaja adolesen usia 19-21 tahun (Merupakan masa akhir remaja)
Beberapa sifat penting pada masa ini adalah :
• Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
• Mulai menyadari akan realita
• Sikapnya mulai jelas tentang hidup
• Mulai nampak bakat dan minatnya

Dengan kondisi tersebut, dapat disimpulakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana seseorang atau manusia dalam proses menuju pencarian jati diri di masa awal kehidupan yang sebenarnya pada dirinya serta Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam pembentukan jati diri seseorang, oleh karenanya psikologi perkembangan remaja dapat dikatakan faktor yang sangat berperan di dalamnya.